Saturday, September 2, 2017

Kisah seorang wanita Tentang utuhnya kaca tebal

Jatuhlah daun..
Bertemulah awan..
Mengalirlah air..
Berhembuslah angin..
Terbenamlah senja..
Aku yang menutup rindu, tak membiarkan sedetikpun pagi mengukir senyum mentari padaku.
Ku keringkan embun agar tak tercium aroma tanah basah yang ku hirup kala fajar menyingsing.
Bira Beach

Aku menutup rapat pintu, menguncinya. Seperti aku menarik gorden dan menggelapkan ruangku.
Gerimis itu datang menyapaku lembut hanya mengingatkan bahwa aku harus mengerti.
Tapi tidak dengan hujan. Ia menjatuhkan bulirnya deras menembus genteng-genteng pelindungku hingga mengenai pundak dan menusukku tajam. Terasa sakit.
Hanya saja, aku diam. Di antaranya, air mataku mulai menetes ketika ku pejamkan kelopak mata.
Bersamaan jatuhnya dari lentik bulu mata yang terkatup.
Aku sudah menahannya. Sungguh!!!
Aku beralih. Tentang utuhnya kaca tebal itu.
Namun di anggap buram. Tidak ada. Di baliknya!! tepatnya Di luar sana.
Ada dandelion yang rela menerbangkan dirinya.
Satu dari seribu yang di terpa angin, kemudian singgah di genggamanku.
Aku tersenyum. Mungkin untuk menyapu sedikit laraku.
Tidak seluruhnya. Bahkan tidak sedikitpun.
Ku dongakkan ke langit. Ternyata langitpun pernah menangis. Seringkali malahan. Tak tentu. Bermusim.

No comments:

Post a Comment